KOORDINAT KARTESIUS

Materi Sistem Koordinat Kartesius SMP Kelas 8 Kurikulum 2013

Bismillah….

Para peserta didik yang berbahagia. Kali ini kembali kami akan berbagi materi tentang pelajaran matematika SMP Kelas VIII (Delapan) Kurikulum 2013 yaitu Sistem Koordinat Kartesius.

Yuk kita langsung saja berkenalan dan belajar bersama! Selamat belajar!!

Mengenal Sistem Koordinat

Sistem koordinat kartesius adalah suatu sistem untuk menentukan posisi suatu titik / benda / unsur geometri menggunakan satu atau dua atau lebih bilangan dan memiliki sumbu yang tetap.

Diagram kartesius terbagi menjadi dua buah sumbu, yaitu sumbu X (absis) dan sumbu Y (ordinat).

Pada sistem koordinat, kita menjelaskan koordinat dari suatu titik, menentukan suatu posisi berdasarkan jaraknya kepada kedua sumbu, baik terhadap sumbu X (absis) maupun terhadap sumbu Y (ordinat), dan menentukan posisi suatu titik terhadap titik yang lain sebagai acuan.

Untuk lebih memahaminya, silahkan lihat contoh-contoh soal berdasarkan gambar di bawah ini:

Kuadran I : Pada kuadran I X (absis) akan selalu bernilai positif (+) dan Y (ordinat) akan selalu bernilai positif (+)

Kuadran II : Pada kuadran II X (absis) akan selalu bernilai negatif (-) dan Y (ordinat) akan selalu bernilai positif (+)

Kuadran III : Pada kuadran III X (absis) akan selalu bernilai negatif (-) dan Y (ordinat) akan selalu bernilai negatif (-)

Kuadran IV : Pada kuadran IV X (absis) akan selalu bernilai positif (+) dan Y (ordinat) akan selalu bernilai negatif (-)

Contoh soal dan pembahasan terkait dengan titik koordinat, posisi suatu titik terhadap sumbu X dan Y, dan juga posisi suatu titik terhadap titik yang lain:

A. Menentukan Titik Koordinat

Perhatikan gambar pada koordiat kartesius di atas dan penyelesaiannya berikut ini:

1) Tentukan koordinat titik B!

Jawaban : B(-2,-1)

Penjelasan:

Untuk menentukan titik koordinat B, kita mulai dengan menentukan nilai sumbu X (absis) terlebih dahulu, dengan cara melangkah mulai dari titik O (0,0) ke arah sebelah kiri menuju titik B sebanyak 2 langkah. Kemudian tentukan nilai sumbu Y (ordinat) dengan cara melangkah mulai dari titik O (0,0) ke bawah menuju titik B sebanyak 1 langkah. Maka di dapat koordinat titik B adalah X= -2 dan Y= -1.

2) Tentukan koordinat titik E!

Jawaban : E(4,-4)

Penjelasan:

Untuk menentukan titik koordinat E, kita mulai dengan menentukan nilai sumbu X (absis) terlebih dahulu, dengan cara melangkah mulai dari titik O (0,0) ke arah sebelah kanan menuju titik E sebanyak 4 langkah. Kemudian tentukan nilai sumbu Y (ordinat) dengan cara melangkah mulai dari titik O (0,0) ke bawah menuju titik E sebanyak 4 langkah. Maka di dapat koordinat titik B adalah X= 4 dan Y= -4.

B. Menentukan Posisi Suatu Titik terhadap Sumbu X dan Y

Perhatikan contoh soal dan penyelesaiannya berikut ini:

1) Tentukan posisi titik C terhadap sumbu X dan Y

Jawaban : Posisi titik C adalah 4 satuan di atas sumbu X dan 1 satuan disebelah kiri sumbu Y

2) Tentukan posisi titik B terhadap sumbu X dan Y

Jawaban: Posisi titik B adalah 1 satuan di bawah sumbu X dan 2 satuan di sebelah kiri sumbu Y

3) Tentukan posisi titik E terhadap sumbu X dan Y

Jawaban: Posisi Titik E adalah 4 satuan di bawah sumbu X dan 4 satuan di sebelah kiri sumbu Y

C. Menentukan Posisi Suatu Titik terhadap Titik yang Lain

Perhatikan contoh soal dan penyelesaiannya berikut ini:

1) Tentukan posisi titik A terhadap titik B!

Jawaban: Posisi titik A terhadap titik B adalah 2 satuan ke kiri dan 2 satuan ke atas.

Penjelasan :

Posisi titik A terhadap titik B artinya pusatnya berada pada titik B. Maka kita akan melangkah menuju titik A yang diawali dari titik B. Untuk melangkahnya dimulai dengan sumbu yang sejajar dengan sumbu X artinya melangkah kekiri atau kekanan. Pada soal di atas, karena kita akan menuju titik A maka dari titik B kita melangkah ke sebelah kiri sebanyak 2 kali, kemudian melangkah ke atas sebanyak 2 kali. Maka kita akan berhenti pada titik A.

2) Tentukan posisi titik D terhadap A!

Jawaban: Posisi titik D terhadap A adalah 6 satuan ke kanan dan 1 satuan ke atas.

Penjelasan :

Posisi titik D terhadap titik A artinya pusatnya berada pada titik A. Maka kita akan melangkah menuju titik D yang diawali dari titik A. Untuk melangkahnya dimulai dengan sumbu yang sejajar dengan sumbu X artinya melangkah kekiri atau kekanan. Pada soal di atas, karena kita akan menuju titik D maka dari titik A kita melangkah ke sebelah kanan sebanyak 6 kali, kemudian melangkah ke atas sebanyak 1 kali. Maka kita akan berhenti pada titik D.

Demikian ulasan tentang ringkasan materi titik koordinat mata pelajaran Matematika SMP kelas 8 (delapan) K13. Terimakasih sudah berkunjung dan semoga bermanfaat.

Soal Latihan

Perhatikan gambar!

Tentukanlah koordinat titik A, B, C, D, E dan titik F.

Relasi dan Fungsi

KOMPETENSI DASAR

3.3. Mendeskripsikan dan menyatakan relasi dan fungsi dengan menggunakan berbagai

representasi (kata-kata, tabel, grafik, diagram, dan persamaan).

4.3. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan relasi dan fungsi dengan

menggunakan berbagai representasi.

BAB 3

RELASI DAN FUNGSI

Memahami Relasi

Perhatikan bagan silsilah keluarga berikut

Gambar 3.1 Bagian Silsilah Keluarga

Gambar 3.1 menunjukkan silsilah keluarga Bapak Madhuri dan Ibu Marhawi. Tanda panah menunjukkan hubungan “mempunyai anak”. Empat anak Pak Madhuri dan Bu Marhawi adalah Sulastri, Idris, Halim, dan Tohir.

Jika anak-anak Pak Madhuri dan Bu Marhawi dikelompokkan menjadi satu dalam himpunan A, maka anggota himpunan A adalah Sulastri, Idris, Halim, dan Tohir.

A = {Sulastri, Idris, Halim, Tohir}

Sedangkan cucu-cucu dari Pak Madhuri dan Bu Marhawi dapat dikelompokkan dalam himpunan B, maka anggota himpunan B adalah Wafi, Faisal, Alu’, Risqi’, Alvin, Najwa, dan Suci.

B = {Wafi, Faisal, Alu’, Risqi, Alvin, Najwa, Suci}

Hubungan anggota himpunan B ke anggota himpunan A memiliki hubungan keluarga (relasi) “anak dari”. Sedangkan hubungan anggota himpunan B dengan Pak Madhuri dan Bu Marhawi memiliki relasi “cucu dari”.

Kedua bentuk hubungan yang telah diuraikan, merupakan salah satu bentuk hubungan yang dapat dibuat. Coba sekarang kalian temukan bentuk-bentuk hubungan yang mungkin dari silsilah keluarga dari Gambar 3.1.

Untuk mengetahui hubungan atau relasi antara dua himpunan, perhatikan video berikut

Setelah melihat video silahkan kerjakan soal Latihan soal berikut

  1. Buatlah diagram Kartesius dari relasi “satu lebihnya dari” himpunan

{2, 3, 5, 9, 12} ke himpunan {1, 4, 7, 10, 13}.

2. Diketahui A = {2, 6, 8, 9, 15, 17, 21} dan B = {3, 4, 5, 7}. Nyatakanlah hubungan dari himpunan A ke himpunan B sebagai relasi kelipatan dari dengan menggunakan diagram panah.

Kegiatan 3.2

Memahami Ciri-ciri Fungsi

Fungsi merupakan salah satu konsep penting dalam matematika. Dengan mengenali fungsi atau hubungan fungsional antar unsur-unsur matematika, kita bisa lebih mudah memahami suatu permasalahan, dan menyelesaikannya. Oleh karena itu, memahami fungsi merupakan hal yang sangat diharapkan dalam belajar matematika.

Pertama kali, mari kita pelajari ciri-ciri dari suatu fungsi. Perhatikan aturan membuat sandi sebagai berikut.

Aturan 1:

Aturan 2:

Aturan 3:

Aturan 4:

Perhatikan pula kata-kata berikut.

  1. Selidiki
  2. Siapa
  3. Sebenarnya
  4. Udin

Dengan menggunakan aturan-aturan di atas, setiap kata tersebut akan berubah menjadi sandi. Supaya kalian tidak hanya membayangkan, coba lengkapi tabel berikut (boleh ditulis di kertas kerja terpisah), dan coba amati sandi yang mungkin dihasilkan.

Tabel 3.4 Daftar kata sandi

Perhatikan dengan saksama apakah kata sandi setiap kata bersifat tunggal? Maksudnya: “Apakah setiap kata disandikan hanya dengan satu ‘sandi’ saja?

Kalau kalian mengerjakan dengan sungguh-sungguh, beberapa sandi yang mungkin dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Coba lengkapi tabel di atas.

Masalah 3.4

Aturan yang menghubungkan himpunan {A, B, C, …, Z} ke himpunan

{a, b, c, …, z} merupakan fungsi dari himpunan {A, B, C, …, Z} ke himpunan

{a, b, c, …, z}. Demikian pula dengan aturan yang menghubungkan himpunan{A, B, C, …, Z} ke himpunan {a, b, c, d}; dan aturan yang menghubungkan himpunan {A, B, C, …, Z} ke himpunan {0, 1, 2, 3, 4,

5, 6, 7, 8, 9}.

Akan tetapi, sebaliknya, aturan yang menghubungkan himpunan{a, b, c, d} ke himpunan {A, B, C, …, Z} adalah bukan fungsi dari himpunan {a, b, c, d} ke himpunan {A, B, C, …, Z}. Aturan yang menghubungkan himpunan {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9} ke himpunan {A, B, C, …, Z} juga bukan merupakan fungsi.

Sebagai generasi muda yang kritis dan kreatif, tentu kalian harus mempertanyakan. Sebagai contoh, kalian bisa mengajukan pertanyaan:

  1. Agar suatu aturan bisa disebut fungsi dari himpunan A ke himpunan B, apa saja syarat yang harus dipenuhi?
  2. Jika suatu aturan merupakan fungsi dari himpunan A kepada himpunan B, apakah kebalikannya juga merupakan fungsi dari himpunan B ke himpunan A?

Sekarang, coba buat minimal tiga pertanyaan lagi tentang fungsi. Upayakan pertanyaan kalian memuat sedikitnya kata-kata:“semua anggota himpunan A”, “semua anggota himpunan B”, dan/atau “fungsi dari himpunan A ke himpunan B”.

Alternatif Pemecahan Masalah

Ayo Kita Amati

Aturan 1 sampai dengan aturan 4 pada Kegiatan 3.2 adalah relasi. Akan tetapi, aturan-aturan penyandian tersebut bukan hanya sekadar relasi. Aturan itu lebih tepat disebut sebagai fungsi dari himpunan {A, B, C, D, …, Z} ke himpunan {a, b, c, d,…, z}, atau dari himpunan {A, B, C, D,…, Z} ke himpunan {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}, atau dari himpunan {A, B, C, D,…, Z} ke himpunan {a, b, c, d}.

Untuk memahami konsep fungsi, perhatikan dengan saksama kasus-kasus berikut.

Misalkan kita mempunyai dua himpunan, yaitu: A = {1, 2, 3} dan himpunan B = {a, b}. Berikut beberapa relasi yang mungkin terjadi antara anggota- anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B (masih banyak yang tidak dituliskan di sini).

1. {(1, a)}

2. {(1, b)}

3. {(2, a)}

4. {(2, b)}

5. {(3, a)}

6. {(3, b)}

7. {(1, a), (2, b)}

8. {(1, a), (3, b)}

9. {(1, b), (2, a)}

10. {(1, b), (3, a)}

11. {(2, a), (3, b)}

12. {(2, b), (3, a)}

13. {(1, a), (2, a), (3, a)}

14. {(1, a), (2, a), (3, b)}

15. {(1, a), (2, b), (3, a)}

16. {(1, a), (2, b), (3, b)}

17. {(1, b), (2, b), (3, b)}

18. {(1, b), (2, b), (3, a)}

19. {(1, b), (2, a), (3, b)}

20. {(1, b), (2, a), (3, a)}

Dari 20 relasi di atas, yang bisa dikategorikan sebagai fungsi dari himpunan A ke himpunan B adalah relasi nomor 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, dan 20. Jadi, hanya ada sebanyak 8 fungsi. Selebihnya, dari contoh di atas, tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai fungsi dari A ke B.

Untuk memahami ciri-ciri dari suatu fungsi, sebaiknya perhatikan uraian berikut. Himpunan pasangan berurutan yang bisa menjadi fungsi dari B = {a, b} ke A = {1, 2, 3} adalah:

{(a, 1), (b, 1)}

{(a, 1), (b, 2)}

{(a, 1), (b, 3)}

{(a, 2), (b, 1)}

{(a, 2), (b, 2)}

{(a, 2), (b, 3)}

{(a, 3), (b, 1)}

{(a, 3), (b, 2)}

{(a, 3), (b, 3)}

Dalam konteks fungsi dari himpunan A ke himpunan B, maka himpunan A disebut Daerah Asal atau Domain dan himpunan B disebut dengan Daerah Kawan atau Kodomain dari fungsi tersebut. Sedangkan himpunan bagian dari himpunan B yang semua anggotanya mendapat pasangan di anggota himpunan A disebut Daerah Hasil atau Range

Contoh 3.1

Kalau himpunan pasangan berurutan {(1, a), (2, a), (3, a)} merupakan fungsi dari {1, 2, 3} ke {a, b}, maka domain dan kodomain dari fungsi ini berturut- turut adalah {1, 2, 3} dan {a, b}.

Contoh 3.2

Kalau himpunan pasangan berurutan {(a, 3), (b, 1)} merupakan fungsi dari

{a, b} ke {1, 2, 3}, maka domain dan kodomain dari fungsi ini berturut-turut adalah {a, b} dan {1, 2, 3}.

Mungkin kalian bertanya, “lho…pada fungsi {(1, a), (2, a), (3, a)}, seperti pada Contoh 3.1, sama sekali tidak disebut huruf b. Mengapa kodomain nya tetap {a, b}? Mengapa tidak {a} saja?”.

Pertanyaan kalian ini penting.

Dalam konteks fungsi {(1, a), (2, a), (3, a)} dari {1, 2, 3} ke {a, b}, himpunan semua anggota kodomain yang menjadi pasangan dari anggota-anggota himpunan domain memiliki istilah tersendiri, yaitu daerah hasil atau Range.

Jika f = {(1, a), (2, b), (3, b)} adalah fungsi dari {1, 2, 3} ke himpunan {a, b}, maka f(1) = a.

Bentuk terakhir ini dibaca dengan “bayangan dari 1 oleh fungsi f adalah a” atau “nilai dari f(1) adalah a”.

Jika kita cari nilai dari setiap anggota domain, diperoleh f(1) = a, f(2) = b, dan

f(3) = b. Jika dikumpulkan semuanya ini, {f(1), f(2), f(3)} = {a,b}.

Himpunan semua nilai fungsi atau himpunan semua bayangan inilah yang disebut dengan daerah hasil atau Range.

Karena itu, pada konteks fungsi {(a, 3), (b, 1)} dari {a, b} ke {1, 2, 3}, domainnya adalah {a, b}, kodomainnya adalah {1, 2, 3}, dan rangenya adalah

{1, 3}

Contoh 3.3

Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5, 7}. Relasi yang didefinisikan

adalah “satu lebihnya dari”. Apakah relasi dari A ke B termasuk fungsi?

Alternatif Penyelesaian

Untuk mengetahui apakah relasi dari A ke B termasuk fungsi atau bukan, lakukan prosedur berikut.

Diketahui relasi dari A ke B adalah “satu lebihnya dari”, maka relasi ini bisa dituliskan dalam bentuk himpunan pasangan berurutan: {(3, 2), (4, 3)}.

Coba kita perhatikan beberapa anggota A yang tidak bisa dipasangkan ke B. Beberapa anggota A yang tidak mempunyai pasangan di B adalah 1, 2, dan 5.

Hal ini karena tidak ada bilangan x di B demikian sehingga “1 itu satu lebihnya dari x di B”, “2 itu satu lebihnya dari x di B”, atau “5 itu satu lebihnya dari x di B”. Dengan demikian relasi ini bukan fungsi dari A ke B, karena ada anggota A yang tidak mempunyai pasangan di B.

Contoh 3.4

Misalkan A = {2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16}, B = {1, 5, 9}

Relasi yang didefinisikan adalah “anggota A dua kali anggota B”. Apakah relasi dari A ke B termasuk fungsi?

Alternatif Penyelesaian

Untuk mengetahui apakah relasi dari A ke B termasuk fungsi atau bukan, lakukan prosedur berikut.

Diketahui relasi dari A ke B adalah anggota A dua kali anggota B, Maka dapat dituliskan dalam bentuk pasangan berurutan sebagai berikut: {(2, 1), (10, 5)}.

Coba kita perhatikan kembali beberapa anggota A lainnya yang tidak mempunyai pasangan ke B, yakni:

Beberapa anggota A yang tidak mempunyai pasangan di B adalah 4, 6, 8, 12, 14, dan 16.

Hal ini karena tidak ada bilangan x di B demikian sehingga “4 dua kali anggota B”, “6 dua kali anggota B”, “8 dua kali anggota B”, “12 dua kali anggota B”, “14 dua kali anggota B”, dan “16 dua kali anggota B”.

Dengan demikian relasi ini juga bukan fungsi dari A ke B, karena ada beberapa anggota A yang tidak mempunyai pasangan di B.

Ayo Kita Menalar

Perhatikan contoh dan bukan contoh fungsi dan relasi dari himpunan

A = {1, 2, 3} ke himpunan B = {a, b} berikut.

Tabel 3.5 Contoh fungsi dan bukan fungsi

Coba kita pusatkan perhatian kita kepada dua hal berikut.

  1. Apakah setiap anggota A dipasangkan dengan anggota di B?,
  2. Berapa anggota B yang dihubungkan dengan satu anggota A?

3.3 Memahami Bentuk Penyajian Fungsi

Untuk menyajikan suatu fungsi caranya sama seperti menyajikan suatu relasi, karena fungsi merupakan bentuk khusus dari suatu relasi.

Ada 5 cara dalam meyajikan suatu fungsi :

  1. Himpunan Pasangan Berurutan
  2. Diagram Panah
  3. Dengan Persamaan Fungsi
  4. Dengan Tabel
  5. Dengan Grafik

CONTOH :

Misalkan f adalah fungsi dari himpunan ke himpunan yang didefinisikan dengan pasangan berurut . Fungsi ini dapat dinyatakan dalam 5 cara, yaitu :

  1. Himpunan pasangan berurutan
  1. Diagram panah
  1. Dengan persamaan fungsi

Dari himpunan pasangan berurutan didapat :

Jika anggota A kita sebut dan anggota B kita sebut , maka

Dari kita dapatkan

Bentuk ini biasa ditulis dengan ,untuk setiap inilah yang dinyatakan sebagai persamaan fungsi

  1. Dengan tabel

Dari himpunan pasangan berurutan jika dinyatakan dalam tabel, sebagai berikut :

  1. Dengan grafik

Dari himpunan pasangan berurutan jika dinyatakan dalam grafik sebagai berikut :

Latihan Soal :

Misalkan adalah fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan bilangan real R dengan persamaan

Nyatakan fungsi di atas dengan cara :

  1. Pasangan berurutan
  2. Diagram panah
  3. Tabel
  4. Grafik

3.4 Memahami Korespondensi Satu Satu

Korespondensi satu-satu adalah relasi atau fungsi yang memetakan atau memasangkan setiap anggota dari himpunan A pada tepat satu anggota B dan setiap anggota himpuan B pada tepat satu anggota A.

Banyak anggota himpunan A dan B harus sama atau n (A) = n (B).

Contoh :

  1. Perhatikan diagram panah berikut :
D:\SMP N 2 Bojongsari\LPMP\diagram korespondensi.jpg

Dari diagram panah tersebut, yang merupakan korespondensi satu satu adalah diagram 1, 3, 4, dan 5. Alasannya adalah setiap anggota himpunannya masing-masing memiliki tepat 1 pasangan.

  1. Perhatikan himpunan pasangan berurutan berikut :

Dari himpunan pasangan berurutan tersebut yang merupakan korespondensi satu – satu adalah himpunan pasangan berutuan (iii), (iv), dan (vi). Alasannya adalah :

(iii) anggota himpunan nya tidak ada yang berulang pada himpunan yang sama. Himpunan pertama beranggotakan {5,6,7}, dan anggota himpunan yang kedua beranggotakan {6,7,5}

(iv) anggota himpunan nya tidak ada yang berulang pada himpunan yang sama. Himpunan pertama beranggotakan {1,2,3}, dan anggota himpunan yang kedua beranggotakan {1,2,3}

  1. anggota himpunan nya tidak ada yang berulang pada himpunan yang sama. Himpunan pertama beranggotakan {a,b,2}, dan anggota himpunan yang kedua beranggotakan {a,b,2}

Untuk menghitung jumlah atau banyaknya korespondensi yang dapat dibentuk dari dua himpunan yang memiliki jumlah anggota yang sama misalkan n anggota dapat menggunakan rumus

n x (n-1) x (n-2) x …..x 3 x 2 x 1 atau sering dinotasikan dengan n! (dibaca n faktorial)

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh soal berikut!

Contoh :

Diketahui A = {himpunan huruf pembentuk kata CERIA} dan B = {himpunan huruf vokal}. Berapakah banyak korespondensi satu-satu yang dapat dibentuk dari himpunan A dan himpunan B?

Jawab:

A = {C, E, R, I, A}

n(A) = 5

B = {a, i, u, e, o}

n(B) = 5

Banyak korespondensi satu-satu = 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 120

Jadi, banyak korespondensi satu-satu yang dapat dibentuk oleh himpunan A dan himpunan B adalah 120 buah

Kalian juga bisa simak melalui tautan berikut :

https://www.madematika.net/2017/10/mengenal-korespondensi-satu-satu-dan.html

Kemudian lengkapilah tabel berikut.

Tabel 3.6 Pernyataan fungsi dan bukan fungsi

Tuliskan simpulan kalian pada lembar pengamatan kalian.

Sekarang coba kalian terapkan simpulan tersebut untuk memeriksa apakah himpunan pasangan berurutan berikut merupakan fungsi dari himpunan B = {a, b} ke himpunan A = {p, q, r, s} atau tidak?

1. {(a, p), (b, p)}

2. {(a, p), (b, q)}

3. {(a, p), (b, r)}

4. {(a, q), (b, s)}

5. {(a, q), (a, r)}

6. {(a, r), (b, r)}

7. {(b, s), (b, r), (a, p)}

8. {(a, p), (b, q), (a, r)}

Ayo Kita Berbagi

Tulislah simpulan kalian tentang ciri-ciri dari fungsi A ke B, dan hasil pemeriksaan kalian terhadap 8 soal di atas.

Pertukarkan tulisan tersebut dengan teman sebangku. Secara santun, silakan saling berkomentar, menanggapi komentar, memberikan usul dan menyepakati ide-ide yang paling tepat.

Sedikit Informasi

Coba kalian ingat kembali pelajaran materi himpunan di kelas 7, kemudian perhatikan uraian berikut.

Relasi adalah aturan yang menghubungkan anggota-anggota dua himpunan. Akan tetapi, seperti diuraikan di atas, relasi dari himpunan A ke himpunan B tidak selalu berupa fungsi. Relasi tidak memaksakan semua anggota Domain dipasangkan. Relasi juga tidak memaksakan bahwa banyak pasangan dari setiap unsurnya harus tunggal. Relasi merupakan konsep yang lebih longgar dibandingkan fungsi. Karena itu, setiap fungsi adalah relasi, tetap tidak setiap relasi merupakan fungsi.

Berikut disajikan beberapa contoh fungsi yang mungkin bermanfaat bagi kalian.

Contoh 3.5

Pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus misalnya, sering orang membuat pola potongan kertas yang disusun selang seling merah, putih, merah, putih, dan seterusnya. Orang menulisnya dengan merah, putih, merah, putih, merah, putih, …

Pola yang terjadi ini juga sebenarnya merupakan fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan potongan kertas warna merah dan warna putih. Secara formal, barisan ini nantinya ditulis sebagai {(1, merah), (2, putih), (3, merah), (4, putih), (5, merah), …}.

Contoh 3.6

Pada waktu belajar tentang barisan bilangan, kita juga banyak belajar tentang fungsi dengan domain himpunan semua bilangan asli. Barisan bilangan kuadrat bisa ditulis dalam bentuk himpunan pasangan berurut {(1,1), (2,4), (3, 9), (4, 16), …}.

Contoh 3.7

Ketika belajar tentang hubungan antara harga barang dan banyaknya barang yang laku dijual, terutama kalau dinyatakan dalam bentuk persamaan linear y = mx + n, sebenarnya kita juga belajar fungsi.

Contoh 3.8

Dalam rangka menarik pelanggan untuk berinvestasi di perusahaan X, manager perusahaan itu menyampaikan rumus laba yang bisa diperoleh dari penjualan barangnya dengan rumus sebagai berikut: misalnya l = 25.000b – 5.000, dengan b menyatakan banyaknya barang yang laku, dan l besar laba yang diperoleh. Rumus ini menyatakan fungsi dari banyaknya barang yang laku (b) dengan besar laba yang diperoleh (l).

Ayo Kita Berlatih 3,2

Kerjakanlah soal-soal berikut.

  1. Perhatikan aturan sandi di bawah ini.

Tulislah arti pesan sandi berikut.

a. gkqfuzxqax qrqsqi uxkxax atzoaq ro kxdqi

b. uxkxax qrqsqi gkqfuzxqax ro ltagsqi

Sandikan pesan berikut.

c. SAYA ANAK INDONESIA

d. MATEMATIKA ADALAH KEHIDUPANKU

2. Diketahui P = {1, 2, 3, 4, 6} dan Q = {2, 4, 6, 8, 10, 12}.

a. Jika dari P ke Q dihubungkan relasi “setengah dari”, tentukan himpunan anggota P yang mempunyai pasangan di Q.

b. Jika dari Q ke P dihubungkan relasi “kuadrat dari”, tentukan himpunan anggota Q yang mempunyai pasangan di P.

Koordinat Kartesius

BAB 2

KOORDINAT KARTESIUS

Pengantar

Silakan amati video berikut ini.

Pada video tersebut diketahui bahwa Bella dan Diva ingin berkunjung ke rumah gurunya, Bu Badiah. Namun, mereka belum tahu alamat rumah gurunya secara pasti. Ibu Badiah hanya memberikan informasi bahwa rumahnya berjarak 1,78 km dari Jalan Diponegoro dan berjarak 2,13 km dari Jalan Sudirman. Bella dan Diva berangkat bersama dari sekolah, dengan menggunakan sepeda mereka menempuh jalan yang berbeda. Warna merah adalah rute perjalanan yang dilalui Bella, warna biru adalah rute perjalanan yang dilalui Diva seperti yang ditunjukkan dalam peta. Ternyata Bella datang lebih awal di rumah Bu Badiah, sedangkan Diva baru datang setelah beberapa menit kemudian. Apabila kecepatan sepeda mereka dianggap sama, mengapa Bella datang lebih awal daripada Diva?

A. Posisi Titik Terhadap Sumbu-X dan Sumbu-Y

Koordinat adalah letak suatu titik (objek) yang dapat dimisalkan dengan (x,y) dimana sumbu-x disebut absis dan sumbu-y disebut ordinat. Perhatikan gambar berikut.

Berdasarkan gambar tersebut, didapatkan

Suatu titik A dapat dinyatakan sebagai A (x,y) dimana

X = jarak titik A terhadap sumbu y

Y = jarak titik A terhadap sumbu x

Koordinat Kartesius digunakan untuk menentukan objek titik-titik pada suatu bidang dengan menggunakan dua bilangan yang biasa disebut dengan koordinat x dan koordinat y dari titik-titik tersebut. Untuk mendefinisikan koordinat diperlukan dua garis berarah tegak lurus satu sama lain (sumbu-X dan sumbu-Y), dan panjang unit yang dibuat tanda-tanda pada kedua sumbu tersebut.

Contoh :

Titik-titik pada bidang koordinat Kartesius memiliki jarak terhadap sumbu-dan sumbu-Y.

Coba sekarang amati posisi titik A, B, C, D, E, F, G, dan terhadap sumbu-dan sumbu-Y pada Gambar berikut.

Dari Gambar dapat ditulis posisi titik-titik, sebagai berikut:

Titik berjarak 3 satuan dari sumbu-dan berjarak 6 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 4 satuan dari sumbu-dan berjarak 4 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 4 satuan dari sumbu-dan berjarak 3 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 6 satuan dari sumbu-dan berjarak 5 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 5 satuan dari sumbu-dan berjarak 5 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 3 satuan dari sumbu-dan berjarak 3 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 2 satuan dari sumbu-dan berjarak 6 satuan dari sumbu-X.

Titik berjarak 6 satuan dari sumbu-dan berjarak 5 satuan dari sumbu-X.

2. Posisi Titik terhadap Titik Asal (0, 0) dan Titik Tertentu (a, b)

Pernahkah kalian berkemah? Dalam perkemahan ada pos utama, tenda, pasar, pos-pos, kolam, dan lain-lain. Coba sekarang perhatikan denah perkemahan di bawah ini.

Perhatikan denah perkemahan tersebut, Berdasar denah perkemahan tersebut, kita akan menentukan:

1. posisi beberapa objek terhadap pos utama,

2. posisi beberapa objek terhadap tanah lapang,

3. posisi beberapa objek terhadap kolam.

Posisi beberapa objek terhadap pos utama dan posisi beberapa tempat terhadap tanah lapang dan kolam dapat dituliskan pada Tabel berikut.

Latihan

Setelah kalian mengamati denah perkemahan tersebut, coba lengkapilah tabel berikut ini

Pola Bilangan

POLA BILANGAN

    1. Menentukan Persamaan dari Suatu Barisan Bilangan
  1. Pengertian Pola Bilangan

Pola bilangan merupakan susunan dari beberapa bilangan yang memiliki bentuk teratur atau bisa membentuk suatu pola. Setiap pola tersebut mempunyai karakteristik rumus masing-masing. Pola dapat berupa bentuk geometri atau relasi matematika. Berikut ini contoh bentuk pola yang disajikan dalam bentuk titik dan bangun datar.

E:\23. Pembelajaran Makro 3 Menara\Pola Bilangan\gambar1.png

Pola hampir ada di setiap tempat dalam kehidupan kita. Namun, beberapa dari kita mungkin melihat pola tersebut, sedangkan yang lain tidak melihatnya. Hal tersebut bergantung pada kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat pola. Dengan mempelajari materi ini diharapkan kalian akan mampu melihat pola yang terbentuk baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Pola digunakan dalam menyelesaikan banyak masalah dalam matematika. Siswa perlu belajar tentang data untuk melihat keberadaan pola. Suatu masalah matematika disajikan dalam bentuk barisan bilangan, kemudian siswa diminta untuk menentukan pola atau beberapa bilangan selanjutnya. Masalah lainnya mungkin membutuhkan tabel untuk mengorganisasi data dan melihat pola yang nampak. Masalah lainnya lagi mungkin membutuhkan grafik untuk bisa menemukan pola yang terjadi. Dengan berlatih tentang pola, kita akan lebih peka terhadap pola yang terbentuk oleh suatu data sehingga bisa menyelesaikan masalah-masalah matematika.

Contoh Soal

Perhatikan masalah berikut :

Dalam suatu gedung pertemuan, terdapat 5 kursi pada baris pertama. Setiap baris berikutnya (baris yang berurutan) memuat 3 kursi lebih banyak dari baris sebelumnya. Jika dalam gedung tersebut ada 10 baris kursi, tentukan :

  1. Tulislah pola bilangannya
  2. Banyaknya kursi pada baris ke-5
  3. Banyaknya kursi pada baris ke-7
  4. Tentukan pola/aturan dari bilangannya!

Alternatif Penyelesaian :

  1. Jika diurutkan, diperoleh pola bilangan sebagai berikut :

  1. Banyaknya kursi pada baris ke-5 adalah 17
  2. Banyaknya kursi pada baris ke-7 adalah 23
  3. Keteraturannya :

Bilangan kedua dan seterusnya diperoleh dengan menambahkan 3 pada bilangan sebelumnya

  1. Jenis-jenis Pola Bilangan
  2. Perhatikan tiga rangkaian pola berikut:

  1. Jika ditulis dalam bilangan, maka diperoleh pola bilangan :

  1. Keteraturannya :

Bilangan kedua dan seterusnya diperoleh dengan menambahkan 4 pada bilangan sebelumnya

  1. Gambar berikut menunjukkan pola yang disusun dari batang korek api

  1. Banyaknya batang korek api pada pola gambar di atas jika ditulis dalam bilangan :

  1. Keteraturannya :

Bilangan kedua dan seterusnya diperoleh dengan menambahkan 4 pada bilangan sebelumnya

  1. Perhatikan pola pada gambar berikut!

  1. Pola gambar di atas, jika ditulis dalam bilangan diperoleh : 1, 2, 3, 4, …
  2. Jika dihubungkan dengan bilangan, maka pola pada gambar di atas adalah Pola Bilangan Asli
  3. Keteraturannya :

Bilangan kedua dan seterusnya diperoleh dengan menambahkan 1 pada bilangan sebelumnya

  1. Perhatikan pola pada gambar berikut!

  1. Pola gambar di atas, jika ditulis dalam bilangan diperoleh : 2, 4, 6, 8, …
  2. Jika dihubungkan dengan bilangan, maka pola pada gambar di atas adalah Pola Bilangan Genap
  3. Keteraturannya :

Bilangan kedua dan seterusnya diperoleh dengan menambahkan 2 pada bilangan sebelumnya

  1. Perhatikan pola pada gambar berikut!

  1. Pola gambar di atas, jika ditulis dalam bilangan diperoleh : 1, 3, 5, 7, …
  2. Jika dihubungkan dengan bilangan, maka pola pada gambar di atas adalah Pola Bilangan Ganjil
  3. Keteraturannya :

Bilangan kedua dan seterusnya diperoleh dengan menambahkan 2 pada bilangan sebelumnya

  1. Perhatikan pola pada gambar berikut!

  1. Pola gambar di atas, jika ditulis dalam bilangan diperoleh : 1, 4, 9, 16, …
  2. Jika dilihat dari bentuk pola pada gambarnya, pola bilangan di atas berbentuk Persegi sehingga disebut juga Pola Bilangan Persegi
  3. Perhatikan pola pada gambar berikut!

  1. Pola gambar di atas, jika ditulis dalam bilangan diperoleh : 1, 3, 6, 10, …
  2. Jika dilihat dari bentuk pola pada gambarnya, pola bilangan di atas berbentuk Segitiga sehingga disebut juga Pola Bilangan Segitiga
  3. Perhatikan pola pada gambar berikut!

  1. Pola gambar di atas, jika ditulis dalam bilangan diperoleh : 2, 6, 12, 20, …
  2. Jika dilihat dari bentuk pola pada gambarnya, pola bilangan di atas berbentuk Persegipanjang sehingga disebut juga Pola Bilangan Persegipanjang
  3. Pola Segitiga Pascal

Jika ditulis pada bilangan, maka diperoleh pola : 1, 2, 4, 8, 16, …

  1. Pola Bilangan Fibonacci

Dimulai dengan bilangan pertama dan kedua, dan bilangan berikutnya didapat dari jumlah dua bilangan sebelumnya.

Contoh : 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, …

    1. Menentukan Persamaan dari Suatu Konfigurasi Objek

Perhatikan susunan bola berikut :

Jika susunan bola diteruskan dengan pola ke-n, dengan n adalah suatu bilangan bulat positif, tentukan:

  1. Banyak bola berwarna biru pada pola ke-n (Un)
  2. Banyak bola berwarna biru pada susunan ke-10 (U10)
  3. Banyak bola berwarna biru pada susunan ke-1.000 (U1.000)

Alternatif Penyelesaian :

Untuk melihat banyak bola pada susunan ke-10 mari amati ilustrasi berikut :

Perhatikan banyaknya lingkaran yang berwarna biru adalah setengah bagian dari bola yang disusun menjadi persegi panjang.

  1. Dengan memerhatikan pola di atas kita bisa membuat pola ke-n adalah :

  1. Dengan menggunakan rumus pola yang sudah ditemukan di atas, kita dapat menentukan :

Pola ke-10 (U10) :

  1. Pola ke-1.000 (U1.000)

00

Contoh Soal

Perhatikan susunan bola berikut :

Dengan memerhatikan pola susunan bola di atas, tentukan:

    1. Banyak bola pada pola ke-n (Un)
    2. Jumlah bola hingga pola ke-n (Sn)

Alternatif Penyelesaian

  1. Pola ke-1: 1 = 2 × 1 – 1

Pola ke-2: 3 = 2 × 2 – 1

Pola ke-3: 5 = 2 × 3 – 1

Pola ke-4: 7 = 2 × 4 – 1

Dengan memerhatikan pola tersebut, kita bisa simpulkan bahwa

Pola ke-n: Un = 2 × n – 1

  1. Perhatikan pola bola-bola yang dijumlahkan pada pola bilangan ganjil.

Bola-bola yang dijumlahkan tersebut dapat disusun ulang menjadi bentuk persegi sebagai berikut :

Pola susunan bilangan yang membentuk persegi tersebut dinamakan pola bilangan persegi. Dengan memerhatikan susunan bola tersebut dapat kita simpulkan bahwa penjumlahan hingga pola ke-n adalah Sn = n2

Dengan kata lain : 1 + 3 + 5 + 7 + … (2 × n 1) = n2

Peluang

Pertemuan Pertama

Peluang Empirik

Peluang adalah sebuah cara yang dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa. Batas – batas nilai peluang . Sedangkan peluang empirik adalah perbandingan antara frekuensi kejadian (n(A)) terhadap percobaan yang dilakukan (n(S)). Materi peluang empirik memiliki beberapa istilah yang harus dimengerti antara lain:

  • Percobaan atau eksperimen yaitu suatu kegiatan yang dapat memberikan beberapa kemungkinan.
  • Kejadian adalah himpunan bagian dari semua hasil percobaan.

Rumus untuk menghitung peluang empirik :

Keterangan :

Peluang kejadian A

Banyaknya kejadian acak A

Banyaknya kejadian acak suatu percobaan

Contoh :

Tito dan Bowo sedang melakukan percobaan dengan menggunakan dua buah uang logam seperti tampak pada gambar disamping. Mereka melambungkan dua buah uang logam itu sebanyak 30 kali, kemudian mereka menyajikannya dalam tabel berikut :

No

Uang Logam ke 1

Uang Logam ke 2

Keterangan

Frekuensi

1

A

A

(A,A)

10

2

A

G

(A,G)

6

3

G

A

(G,A)

8

4

G

G

(G,G)

6

Tentukan :

Peluang muncul kedua uang logam tersebut memiliki sisi yang sama

          1. Peluang muncul angka pada uang logam pertama dan gambar pada uang logam kedua

Penyelesaian :

  1. Berdasarkan tabel diatas diketahui munculnya kedua uang logam yang memiliki sisi yang sama yaitu (A,A) dan (G,G). Sisi (A,A) muncul sebanyak 10 kali dan sisi (G,G) muncul sebanyak 6 kali.

Jadi peluang muncul kedua uang logam tersebut memilik sisi yang sama adalah

  1. Berdasarkan tabel diatas munculnya angka pada uang logam pertama dan gambar pada uang logam kedua sebanyak 6 kali.

Jadi peluang muncul angka pada uang logam pertama dan gambar pada uang logam kedua

Pertemuan Kedua

Ruang Sampel dan Titik Sampel

Ruang sampel (dinotasikan dengan S) adalah himpunan yang unsur-unsurnya merupakan hasil yang mungkin dari suatu percobaan. Hal ini berarti ruang sampel sama dengan kejadian acak suatu percobaan. Banyaknya anggota dalam ruang sampel dinotasikan dengan n(S) = N.

Titik sampel adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam ruang sampel. Kejadian acak dari kemunculan sesuatu dalam percobaan pada materi ini disebut dengan kejadian. Hal ini berarti, kejadian merupakan himpunan bagian dari suatu ruang sampel. Dalam menyusun ruang sampel suatu percobaan dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu diagram pohon, membuat tabel, dan mendaftar.

Contoh 1.

Pada pelambungan sebuah uang logam lima ratusan, hasil yang mungkin mucul adalah gambar garuda (G) atau angka 500 (A), maka ruang sampelnya adalah {G, A}. Titik sampel adalah G dan A. Kejadian yang mungkin terjadi adalah {G} atau {A}.

Contoh 2.

Pada pelambungan dua buah uang ogam lima ratusan, hasil yang mungkin muncul dapat dinyatakan dalam tiga cara, yaitu :

Dengan diagram pohon

Ruang sampel : {(G, G), (G, A), (A, G), (A, A)}.

Titik sampel : (G, G), (G, A), (A, G), dan (A, A).

Kejadian yang mungkin terjadi : {(G, G)}, {(G, A)}, {(A, G)}, atau {(A, A)}.

Dengan tabel

Uang logam 2

Uang logam 1

G

A

G

Hasil yang mungkin muncul

Hasil yang mungkin muncul

(G, G)

(G, A)

A

(A, G)

(A, A)

Ruang sampel : {(G, G), (G, A), (A, G), (A, A)}.

Titik sampel : (G, G), (G, A), (A, G), dan (A, A).

Kejadian yang mungkin terjadi : {(G, G)}, {(G, A)}, {(A, G)}, atau {(A, A)}.

Dengan mendaftar

Hasil yang mungkin terjadi adalah (G, G), (G, A), (A, G), dan (A, A).

Ruang sampel : {(G, G), (G, A), (A, G), (A, A)}.

Titik sampel : (G, G), (G, A), (A, G), dan (A, A).

Kejadian yang mungkin terjadi : {(G, G)}, {(G, A)}, {(A, G)}, atau {(A, A)}.

Contoh 3.

Pada pelambungan tiga uang logam lima ratusan secara bersama-sama, hasil yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :

  1. Dengan diagram pohon

Ruang sampel : {(G, G, G), (G, G, A), (G, A, G), (G, A, A), (A, G, G), (A, G, A), (A, A, G), (A, A, A)}.

  1. Dengan tabel

Penentuan ruang sampel pada pelambungan tiga uang logam dibuat langsung menggunakan tabel akan sulit dilakukan dan hal ini dapat diatasi dengan membuat tabel dua kali, yaitu tabel hasil pelambungan uang logam 1 dan uang logam 2 kemudian digabung dengan uang logam 3.

Tabel hasil pelambungan uang logam 1 dan uang logam 2 (hasil awal)

Uang logam 2

Uang logam 1

G

A

G

Hasil awal

Hasil awal

(G, G)

(G, A)

A

(A, G)

(A, A)

Tabel gabungan hasil awal dan uang logam 3

Uang logam 3

Hasil awal

G

A

(G, G)

Hasil akhir yang mungkin terjadi

Hasil akhir yang mungkin terjadi

(G, G, G)

(G, G, A)

(G, A)

(G, A, G)

(G, A, A)

(A, G)

(A, G, G)

(A, G, A)

(A, A)

(A, A, G)

(A, A, A)

Ruang sampel : {(G, G, G), (G, G, A), (G, A, G), (G, A, A), (A, G, G), (A, G, A), (A, A, G), (A, A, A)}.

  1. Dengan mendaftar

Ruang sampel : {(G, G, G), (G, G, A), (G, A, G), (G, A, A), (A, G, G), (A, G, A), (A, A, G), (A, A, A)}.

Contoh 4.

Pada pelambungan sebuah dadu bermata 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, hasil yang mungkin muncul adalah mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, 6. Titik sampelnya adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Ruang sampelnya adalah {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Kejadian yang mungkin terjadi adalah {1}, {2}, {3}, {4}, {5}, atau {6}

Contoh 5.

Pada pelambungan dua dadu secara bersama-sama, hasil yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :

  1. Dengan diagram pohon

Ruang sampel : {(1, 1), (1, 2), (1, 3), (1, 4), (1, 5), (1, 6), (2, 1), (2, 2), (2, 3), (2, 4), (2, 5), (2, 6), (3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6), (4, 1), (4, 2), (4, 3), (4, 4), (4, 5), (4, 6), (5, 1), (5, 2), (5, 3), (5, 4), (5, 5), (5, 6), (6, 1), (6, 2), (6, 3), (6, 4), (6, 5), (6, 6)}

  1. Dengan tabel

Dadu 2

Dadu 1

1

2

3

4

5

6

1

(1, 1)

(1, 2)

(1, 3)

(1, 4)

(1, 5)

(1, 6)

2

(2, 1)

(2, 2)

(2, 3)

(2, 4)

(2, 5)

(2, 6)

3

(3, 1)

(3, 2)

(3, 3)

(3, 4)

(3, 5)

(3, 6)

4

(4, 1)

(4, 2)

(4, 3)

(4, 4)

(4, 5)

(4, 6)

5

(5, 1)

(5, 2)

(5, 3)

(5, 4)

(5, 5)

(5, 6)

6

(6, 1)

(6, 2)

(6, 3)

(6, 4)

(6, 5)

(6, 6)

Ruang sampel : {(1, 1), (1, 2), (1, 3), (1, 4), (1, 5), (1, 6), (2, 1), (2, 2), (2, 3), (2, 4), (2, 5), (2, 6), (3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6), (4, 1), (4, 2), (4, 3), (4, 4), (4, 5), (4, 6), (5, 1), (5, 2), (5, 3), (5, 4), (5, 5), (5, 6), (6, 1), (6, 2), (6, 3), (6, 4), (6, 5), (6, 6)}

  1. Dengan mendaftar

Ruang sampel : {(1, 1), (1, 2), (1, 3), (1, 4), (1, 5), (1, 6), (2, 1), (2, 2), (2, 3), (2, 4), (2, 5), (2, 6), (3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6), (4, 1), (4, 2), (4, 3), (4, 4), (4, 5), (4, 6), (5, 1), (5, 2), (5, 3), (5, 4), (5, 5), (5, 6), (6, 1), (6, 2), (6, 3), (6, 4), (6, 5), (6, 6)}

Contoh 6.

Pada pelambungan satu uang logam lima ratusan dan satu dadu bermata enam secara bersama-sama, hasil yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :

  1. Dengan diagram pohon

Ruang sampel : {(G, 1), (G, 2), (G, 3), (G, 4), (G, 5), (G, 6), (A, 1), (A, 2), (A, 3), (A, 4), (A, 5), (A, 6)}

  1. Dengan tabel

Dadu

Uang logam

1

2

3

4

5

6

G

(G, 1)

(G, 2)

(G, 3)

(G, 4)

(G, 5)

(G, 6)

A

(A, 1)

(A, 2)

(A, 3)

(A, 4)

(A, 5)

(A, 6)

Ruang sampel : {(G, 1), (G, 2), (G, 3), (G, 4), (G, 5), (G, 6), (A, 1), (A, 2), (A, 3), (A, 4), (A, 5), (A, 6)}

  1. Dengan mendaftar

Ruang sampel : {(G, 1), (G, 2), (G, 3), (G, 4), (G, 5), (G, 6), (A, 1), (A, 2), (A, 3), (A, 4), (A, 5), (A, 6)}

Berdasarkan Contoh 1, Contoh 2, dan Contoh 3, diperoleh bahwa :

  • pada pelambungan satu uang logam, n(S) = 2 = 21
  • pada pelambungan dua uang logam, n(S) = 4 = 22
  • pada pelambungan tiga uang logam, n(S) = 8 = 23

sehingga jika dilakukan pelambungan uang logam sebanyak n, maka banyak anggota ruang sampel (n(S)) = 2n

Berdasarkan Contoh 4 dan Contoh 5, diperoleh bahwa :

  • pada pelambungan satu dadu, n(s) = 6 = 61
  • pada pelambungan dua dadu, n(s) = 36 = 62

sehingga jika dilakukan pelambungan dadu sebanyak n, maka banyak anggota ruang sampel (n(S)) = 6n

Pertemuan Ketiga

Peluang teoritik adalah perbandingan antara frekuensi kejadian yang diharapkan terhadap frekuensi kejadian yang mungkin (ruang sampel).  Biasanya peluang teoritik digunakan saat percobaan yang dilakukan hanya satu kali.

Rumus Peluang Teoritik

Keterangan:

= Peluang

= Frekuensi kejadian yang diharapkan

= frekuensi kejadian yang mungkin (ruang sampel)

Contoh:

Pada Sebuah  kantong terdapat kelereng dengan warna merah buah, hijau buah dan sisanya berwarna biru, kemudian diambil satu buah kelereng secara acak.  Tentukan peluang jika yang terambil adalah kelereng biru?

Penyelesaian:

Banyaknya seluruh kelereng,

Jumlah kelereng merah

Jumlah kelereng hijau

Jumlah kelereng biru,

 Peluang terambil kelereng biru:

Pertemuan Keempat

  1. Frekuensi Harapan

Frekuensi harapan dari sejumlah kejadian adalah banyaknya kejadian dikalikan dengan peluang kejadian itu. Misalnya pada pecobaan A dilakukan n kali, maka frekuensi harapan dirumuskan dengan :

Keterangan :

Frekuensi harapan kejadian A

Peluang kejadian A

n = Banyaknya percobaan

Contoh :

Pada percobaan pelambungan 3 uang logam sekaligus sebanyak 240 kali, tentukan frekuensi harapan munculnya dua gambar dan satu angka.

Penyelesaian :

 

AA

AG

GA

GG

A

AAA

AAG

AGA

AGG

G

GAA

GAG

GGA

GGG

Ruang sampel = {(AAA),(AAG),(AGA),(AGG),(GAA),(GAG),(GGA),(GGG)}

Titik sampel = (AAA),(AAG),(AGA),(AGG),(GAA),(GAG),(GGA),(GGG)

{(AGG),(GAG),(GGA)}, = 3

Jadi dari 240 pelambungan 3 uang logam secara bersama – sama frekuensi harapan munculnya dua gambar dan satu angka adalah 90 kali

  1. Peluang Komplemen Suatu Kejadian

Misalkan ada ruang sampel S, A adalah kejadian yang merupakan bagian dari ruang sampel,maka juga bagian dari ruang sampel.

(bagi kedua ruas dengan )

Jadi rumus untuk menghitung peluang komplemen suatu kejadian yaitu :

Contoh :

Hari ini cuaca mendung, peluang hari ini turun hujan adalah 0,85. Berapakah peluang hari ini tidak turun hujan ?

Penyelesaian :

Misalkan kejadian A adalah hari ini turun hujan

Jadi peluang hari ini tidak turun hujan adalah .